Dengan hati yang ikhlas dan tulus akan lebih membawa kita pada kebahagiaan yang tiada taranya. Melaksakan segala hal terasa lebih ringan, tiada beban sedikitpun. Ikhlas membawa kita pada keridoaan dan kecintaan Allah SWT serta kelapangan hati, sedangkan tulus membawa kita pada keluwesan hati dan ketenangan jiwa. Maka dari itu, ikhlas dan tulus saling mempengaruhi satu sama lain. Jadi, laksanakanlah segala aktifitas, baik itu dalam hal ibadah, berjihad, mencari ilmu, mencari nafkah, dan aktifitas lainnya diiringi niat yang tulus dan ikhlas. Tulus seringkali disamakan dengan Ikhlas, dan Ikhlas sama dengan tulus. Padahal dalam makna sebenarnya tidak semua ketulusan itu adalah keikhlasan, tapi setiap keikhlasan merupakan ketulusana. Tidak semua A merupakan B, dan semua B merupakan A,(logika yang aneh)
Lho kok gitu? Begini; Ketulusan merupakan suatu kegiatan hati yang tidak mengharapkan imbalan apapun yang direfleksikan dalam keseharian, seperti kita menolong orang tua menyeberang jalan tanpa mengharapkan imbalan apapun, itu namanya ketulusan.
Sedang ke ikhlasan adalah memberikan seluruh perbuatan kepada Allah dari mulai niat di dalam hati, amaliah anggota tubuh serta maksud pencapaiannya, semuanya digunakan untuk sarana menyembah kepada Allah, meng-Ahad-kan Allah, dan meyakini bahwa tiada Tuhan-Tuhan lain yang bisa memberikan balasan selain Allah, dan semua pandangan manusia tidak berarti hanya Allah yang mempunyai Arti dalam amalannya. Inilah mengapa surah Qulhuwallahuahad itu dinamakan Al-Ikhlas.
Sampai di sini mudah-mudahan sudah di-mengerti. Sebenarnya perbedaan antara ketulusan dan keikhlasan harus benar-benar dipahami agar kita tidak berat dalam menjalani ibadah atau amalan-amalan agama. Ketulusan seringkali tidak dibutuhkan dalam menjalankan ibadah dan amalan-amalan agama, malah boleh jadi menyebabkan kita merasa berat dalam menjalankannya. Karena dasar tulus sebenarnya adalah meniadakan balasan dari manusia, tapi karena sudah menjadi tabi`at manusia yang membutuhkan penghormatan dan imbalan maka ketika penghormatan—misalnya ucapan terima kasih— dari yang ditolong tidak didapatkan, seringkali tercipta rasa sakit hati di dada.
Ketika ada seorang sahabat datang ke Rasulullah mengeluhkan dirinya yang selalu dipuji oleh orang lain padahal ia sedang berusaha Ikhlas dalam melakukan sedekah, maka Rasulullah berkata padanya bahwa pujian itu merupakan tambahan (bonus) baginya. Rasulullah juga mengatakan jangan berlebihan dalam beribadah, bergembira akan pahala yang sedikit dengan mengharapkan pertolongan Allah untuk yang akan datang adalah lebih utama.
Berusaha untuk tulus menjadikan kita “seperti” bersungguh-sungguh dalam Ibadah, namun hal tersebut tak lebih hanyalah mencari kepuasan hati semata, Ah lega rasanya. Bahkan bisa jadi dalam Ibadah itu kita tidak menjadikan Allah sebagai tujuan. Ketulusan semacam ini tidak akan mendapatkan balasan pahala, malah boleh jadi Allah akan menjadikannya termasuk kedalam golongan orang yang munafik. Beribadah untuk kepentingan diri sendiri tanpa memperhatikan hak Allah. Ketulusan yang tidak berelasi dengan keikhlasan akan menjadikan ibadah kita Fluktuatif, kadang naik kadang turun, kadang ingin menolong orang, kadang Ah nunggu tulus/ikhlas dulu. Atau ah dak usah shalat dulu ah, masih ramai orang.
Namun orang yang ikhlas tidak demikian sifatnya, amalnya sederhana-tapi berkelanjutan, Shalat lima waktu dengan ringan-baik ada atau tidak ada orang, Sedekah semampunya, senyum dengan sederhana, bicara tanpa dilebih-lebihkan, dan tidak takut akan pujian bahkan cacian manusia karena yakin bahwa pujian dan cacian itu tak sebanding dengan pujian Allah, atau tidak mengharapkan balasan manusia karena mengharap Allah yang membalasnya, masalah apakah kemudian manusia memberikan hadiah karena rasa terima kasih nya maka itu adalah bonus bagi orang itu.
Itulah kira-kira bedanya antara Tulus dan Ikhlas, ketulusan tanpa keihklasan tak bernilai pahala.
0 komentar